Selamat Hari Raya Idul Fitri 1445 H, Mohon Maaf Lahir Bathin
TabayyunTausiyah

Status Dzurriyah Dan Ahwal Dalam Timbangan Syariat

Avatar photo
320
×

Status Dzurriyah Dan Ahwal Dalam Timbangan Syariat

Sebarkan artikel ini

Oleh: KH. Cep Herry Syarifuddin-

Dzurriyah artinya keturunan Rasulullah Saw baik dari jalur Sayyidina Hasan bin Ali r.a maupun Sayyidina Husein bin Ali r.a. Mereka disebut pula dengan Ahlul Bait. Penyebutan dzurriyah pada berbagai negeri atau daerah yang beragama Islam bisa bermacam-macam. Ada daerah yang menyebutnya dengan panggilan Habib (lelaki) dan Syarifah (wanita), di wilayah lain ada yang memanggil dengan sebutan Sayyid (lelaki) dan Sayyidah (wanita).

Namun ada orang-orang tertentu yang tidak mau memakai gelar kehabibannya kendati jelas-jelas dzurriyah Rasulullah Saw, dengan alasan berat sekali menyandang gelar tersebut. Karena secara moral mereka dituntut untuk menjaga adab dan sikap yang terpuji, memiliki keilmuan yang tinggi, dan pelaksanaan ibadah yang idealnya lebih daripada orang biasa. Sebagai contohnya adalah figur Gus Dur (KH. Abdurrahman Wahid), Prof.Dr.KH. Quraish Shihab, Prof.Dr. KH. Said Aqil Siradj dan lain sebagainya.

Selain dzurriyah itu disebut dengan Ahwal yakni orang-orang yang bukan keturunan Rasulullah Saw.

Menyikapi status dzurriyah dan Ahwal ini, sejatinya tidak ada perbedaan mendasar dari sikap Nabi Muhammad Saw terhadap mereka dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. Hal ini bisa dilihat dari berbagai statement hadits Nabi berikut ini :

١- لا فضل لعربي على أعجمي الا بالتقوى

LAA FADHLA LI ‘AROBIYYIN ‘ALA A’JAMIYYIN ILLAA BITTAQWA

“Tidak ada keunggulan bagi orang Arab atas yang bukan Arab kecuali dengan ketaqwaan.”(H.R. Ahmad)

Maka jika ada non Arab tapi lebih bertaqwa daripada yang berbangsa Arab, maka derajatnya lebih tinggi. Begitu pula sebaliknya. Sesuai dengan firman ALLAH :

إن أكرمكم عند الله اتقىكم

INNA AKROMAKUM ‘INDALLOHI ATQOOKUM

“Sesungguhnya orang yang bertaqwa itu adalah orang yang paling mulia di sisi ALLAH.”(Q.S.al-Hujrat : 13)

Jadi, kemuliaan seseorang bukan diukur dari harta, jabatan, keturunan atau lainnya, melainkan dari segi ketaqwaannya. Tukang ojek yang sangat bertaqwa bisa lebih tinggi derajatnya dari Presiden yang kurang taqwanya. Demikian pula sebaliknya.

٢- كل تقي ال محمد

KULLU TAQIYYIN, ALU MUHAMMADIN

“Setiap orang yang bertaqwa itu diaku sebagai keluarga Nabi Muhammad Saw.”(H.R.at-Thabrany dan al-Baihaqy)

Saya pernah mengalami kedatangan orang yang mengaku-ngaku sebagai keturunan (dzurriyah)Nabi dengan modal tampang Arab, dan berpakaian Arab, tapi kelakuannya menyebalkan. Pas saya mengajaknya untuk mengunjungi Habib terdekat untuk diklarifikasi keturunannya, ia menolak dan melarikan diri.

Hikmahnya, janganlah yang bukan dzurriyah memaksakan diri untuk menjadi “dzurriyah” (palsu tentunya) agar dihormati dan dimuliakan orang lain. Juga jangan kecewa jika tidak lahir sebagai dzurriyah (keturunan) Rasulullah saw. Asalkan kita jadi orang bertaqwa, maka kita dianggap sebagai keluarga besar Rasulullah Saw. serta kebagian do’a dari sholawat yang dibaca oleh kaum Muslimin-Muslimat di mana saja.

٣-لو أن فاطمة بنت محمد سرقت لقطعت يدها

LAW ANNA FATHIMATA BINTA MUHAMMADIN SAROQOT, LAQOTHO’TU YADAHA.

“Seandainya Siti Fathimah r.a putri Nabi Muhammad Saw itu mencuri, maka aku sendiri yang akan memotong tangannya.”(H.R.al-Bukhary)

Hadits tersebut menegaskan bahwa keturunan Rasulullah Saw tidak ada yang kebal hukum. Kalau bersalah, maka hukum harus ditegakkan kepadanya. Tentunya setelah cukup bukti-bukti dan fakta yang meyakinkan akan kesalahannya itu.

Nabi Saw pernah bersabda kepada putrinya, Siti Fatimah r.a dan Bibinya, Shofiyah : “Wahai putriku Siti Fatimah r.a. dan Shofiyyah, Bibi Rasulullah Saw, lakukanlah amal-amal saleh untuk bekalmu di akhirat. Karena sesungguhnya aku tidak bisa membela kalian di hadapan ALLAH jika kalian malas beramal.”

Di sini Rasulullah Saw. menghimbau umatnya agar mempersiapkan diri berbekal amal untuk keselamatan di akhirat. Beliau mengingatkan keluarganya sendiri, jangan mengandalkan kapasitas sebagai keturunan atau orang dekat Nabi, lalu bermalas-malasan dalam ibadah dan amal saleh lainnya.

Nabi Muhammad Saw mengajarkan kepada kita untuk tidak membenci orangnya, tapi bencilah perbuatan yang salah dari orang itu. Bahkan terhadap orang kafir yang sering menyakiti Rasulullah Saw, selalu disikapi dengan senyuman dan kesantunan oleh beliau. Tidak pernah sekalipun Nabi membenci orangnya. Tapi kekafiran itulah yang dibenci oleh beliau. Ketentuan ini berlaku kepada siapapun termasuk kepada dzurriyah dan ahwal.

Sumber:jaringansantri

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *