Dhalemtemor.com— Beberapa tahun silam mencicipi dunia pendidikan hingga perguruan tinggi dianggap “aneh” karena banyak yang beranggapan sekolah itu tak perlu tinggi-tinggi.
Stereotip tentang orang desa melanjutkan pendidikan hingga perguruan, apalagi perempuan Tinggi saat itu, tak hanya dipandang sebelah mata. Itu terjadi disejumlah desa di Kecamatan Ganding, tak terkecuali di Desa Gadu Barat dan Desa sekitanya seperti Desa Ketawang Karay, Desa Ketawang Larangan dan sekitarnya.
Namun dibalik “cibiran” tentang pentingnya “Reng Dhisa” mengenyam pendidikan hingga perguruan tinggi membuat sosok K.Sahli Hamid semakin tertantang membangun peradaban di desanya Gadu Barat Kecamtan Ganding.
Hingga akirnya, lahirnya Sekolah Tinggi Ilmu Dakwah Raudlatul Iman atau disingkat STIDAR Sumenep.
Sejarah Berdirinya STIDAR
Disadur Dhalemtemor.com dari laman resmi stidar.ac.id pada Sabtu 23 Maret 2024, STIDAR resmi berdiri pada tanggal 10 Oktober 2014, yang menurut “proklamatornya” yakni Kiai Muhammad Sahli, MPd,I, Sekolah Tinggi Ilmu Dakwah Raudlatul Iman tersebut merupakan perguruan tinggi Islam termuda di Kabupaten Sumenep Madura.
Sebenarnya, kata Kiai Sahli Hamid, sejak tahun 2010 di Ponpes Raudlatul Iman Gadu Barat telah berdiri Sekolah Tinggi sebagai cabang Sekolah Tinggi Islam Al-Karimiyyah dan mewisuda beberapa angkatan sebelumnya.
Kerjasama dengan Sekolah Tinggi Al-Karimiyah pada tahun 2010 inilah, menjadi cikal bakal lahirnya STIDAR atau Sekolah Tinggi Ilmu Dakwah Raudlatul Iman.
Dijelaskan Kiai Muhammad Sahli Bin KH Abdul Hamid (Kiai Sahli) dalam keterangannya, ada hasarat yang menggebu-gebu sejak alam dipendam, sekaligus menjawab keraguan masyarakat pedalaman tentang pentingnya mengenyam pendidikan di perguruan tinggi tanpa memandang usia maupun strata sosial dan ekonominya.
Siapa sangka, dari perjalanan panjang Kiai Sahli Hamid menengok jauh ke belakang, setapak demi setapak langkah kaki dengan kekuatan niat sekeras batu karang, akhirnya tanpa terasa, kerinduannya dalam derap perjuangan membangun peradaban terkabulkan.
Sekolah Tinggi Ilmu Dakwah Raudlatul Iman berpijar menjadi cahaya harapan yang nyata. Bak gayung bersambut, Masyarakat di Desa Gadu Barat pun tidak bertepuk sebelah tangan, mereka merapat dalam indahnya kebersamaan, membangun bersama, berpacu dalam derap perjuangan yang kokoh penuh harmoni.
Pada tanggal 22 Agustus 2014 silam, kala itu, bertempat di Desa Bataal Barat Kecamatan Ganding, Pengasuh Pondok Pesantren Raudlatul Iman, para tokoh pendidikan, para pejabat dan pemuka masyarakat dengan penuh cinta dan semangat membara berencana untuk menyelenggarakan pertemuan yang dipimpin oleh K. Sahli Hamid,M.Pd.I diinisiasi oleh KH. Sitrul Arsyih, MM, membahas langkah-langkah persiapan pendirian Perguruan Tinggi. Maka dibentuklah tim formatur yang dinahkodai oleh KH. Hafid Syukri, MM.
Selanjutnya Tim Formatur membentuk Kepanitiaan atau Panitia, yang dengan pertolongan Allah SWT. nyaris tak ada kendala berarti.
Adalah K. Junaidi M.Pd.I, yang terpilih menjadi Ketua Panitia Persiapan Pendirian Sekolah Tinggi Ilmu Dakwah Raudlatul Iman (STIDAR), untuk selanjutnya disahkan dengan Surat Keputusan Ketua Umum Yayasan Perguruan Tinggi Raudlatul Iman Nomor 04/SK/YASPIRI/IX/2014 tanggal 01 September 2014.
Kemudian Panitia Persiapan menjajaki hal-hal berhubungan dengan pendirian Sekolah Tinggi Ilmu Dakwah Raudlatul Iman dengan mengadakan rapat pertama kali tanggal 21 September 2014.
Dengan melihat kapasitas sumber daya manusia (SDM) maupun fasilitas yang dimiliki Sekolah Tinggi Ilmu Dakwah Raudlatul Iman, berikut hasil studi kelayakan serta memperhatikan kebutuhan masyarakat, maka dengan penuh mufakat dan tekad yang bulat, Panitia Persiapan pendirian Sekolah Tinggi Ilmu Dakwah Raudlatul Iman menyusun proposal pendirian STIDAR dengan dua prodi.
Dua prodi yang dimaksud dalam pendirian STIDAR yaitu Pengembangan Masyarakat Islam (PMI) dan Bimbingan Konseling Islam (BKI). Surat tersebut dilayangkan kepada Direktur Jenderal Pendidikan Islam Kementerian Agama Republik Indonesia dan mendapat SK Izin Operasional Nomor 4647 tanggal 25 Agustus 2016. “Salam Peradaban”. [Ferry Arbania]